Postingan

Mencari K ata   “Pantang!” Antara Polisi dan Kolor Ijo Waktu kecil dulu di kampung, kata “pantang!” sering diucapkan oleh "Oppung Doli" atau "Oppung Boru" (kakek atau nenek), oleh "Damang - Dainang" (ayah dan ibu), dan/atau oleh Abang dan "Ito" (kakak), atau mereka yang lebih tua dari saya, untuk melarang atau mencegah ucapan dan perbuatan yang melanggar norma kesopanan. Tetapi, itu dulu! Sekarang kata itu seolah sudah hilang dari kamus lisan kita baik di pedesaan dan terutama di perkotaan. Hardikan “pantang” sudah digeser oleh “polisi” dan “kolor ijo”. Lihat saja, seorang ibu kalau menasehati bocahnya yang nakal sering diancam dengan:   “awas, polisi datang!”; seolah-olah polisi tukang menakut-nakuti anak-anak. Gadis remaja yang mulai doyan berdandan pun, dinasehati ibunya dengan latah, “awas, kalau kelihatan cakep, nanti dicolek ‘kolor ijo’”. Apakah punahnya hardikan “pantang!” ada hubungannya dengan anarkisme, radikalisme, dan
”Salam Sejahtera!” Menebar Salam Menuai Diam Uluk salam "Assalamualaikum wa rahmatullahi wa barakatuh!" sudah sangat akrab di telinga orang Indonesia. Umat non-Muslim Indonesia tidak sedikit yang fasih mengucapkan salam berbahasa Arab itu. Begitu juga salam sahutannya: "Wa alaikum salam wa rahmatullahi wa barakatuh!"             Salam itu memang berkesan sangat religius islami. Saking religiusnya, apabila diucapkan oleh pembina upacara dalam barisan upacara sipil dengan posisi istirahat di tempat, se jenak peserta akan merapatkan kedua kakinya ke posisi “Siap!” ketika menyahut: "Wa alaikum salam wa rahmatullahi wa barakatuh!" Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia ( KBBI ) Edisi Keempat ( 201 5:95) , kata “assalamualaikum” artinya keselamatan (kesejahteraan, kedamaian) untukmu […]. Sedangkan frasa “alaikum salam” (hlm. 34) artinya semoga kedamaian menyertai Anda semua (sekalian). Di Indonesia salam itu sudah “membumi”. Akan tetapi, warna-w